29 Oktober 2007, 12.36 am
Dear who?
Saya ga tau mau ngomong apa..
Rasanya ga pernah hilang. Malah semakin menusuk. Sepertinya ga akan pernah mau hilang dan selalu nempel disini seumur hidup. Terlalu banyak hal-hal kecil yang harus jadi masalah besar gara-gara masa lalu. Saya sudah berubah. Sudah ga mau jalan-jalan sendirian kemana-mana. Sudah cuek dengan warna kuning. Sudah ga pernah bilang ‘nyanya’ didepan cermin setelah memakai blush on berwarna pink pastel. Sudah ga pernah berdebar-debar menghitung detik sambil tersenyum sendirian didalam taksi yang membawa saya ke soropadan. Hal-hal kecil yang sudah ga pernah saya lakukan lagi selama setengah tahun belakangan. Saya sangat berbeda dengan diri saya yang dulu. Berbeda sekali dear…
Baru saja saya bertemu seorang teman baik yang sedang jatuh cinta. Dia bercerita banyak, dari susahnya tidur, pelototan dengan henpon sampai sembunyi dikolong meja gara-gara cinta. Lalu saya bertanya-tanya dalam hati bagaimana perasaannya setelah berbagi seperti itu. Tentu saja dia ga menjawab, dia hanya bilang terima kasih sambil tersenyum. Saya ingin seperti itu. Saya juga ingin bercerita. Cerita yang sepenuhnya hanya untuk didengar dan dibagi. Cerita yang ga menghasut emosi. Cerita yang ga punya nilai bagus atau jelek, dan setelah itu saya akan bilang terima kasih sambil tersenyum. Tapi sepertinya cerita ini memang harus disimpan sendiri, karena ketika niat untuk berbagi itu tersampaikan, yang saya dapat cuma respon yang seharusnya sudah bisa saya bayangkan sebelumnya. Untuk beberapa detik saya hanya terdiam, lalu tertawa… dan setelah itu menanyakan ke brandal dan mpus yang sedang bersama saya, apa yang akan mereka lakukan jika mereka mendengar respon serupa…
Berikutnya yang saya ingat, saya menyalakan laptop, me-right clik shortcut winamp di desktop dan mulai mendengar lagu bernada sedih yang diberi seorang teman… …lalu menangis…dan saat itu, henpon berdering…
Ingin sekali berada di rumah, dear… walaupun disana akan sangat sulit menghisap rokok, tapi begitu mudah mencari sepasang telinga, sepasang tangan, dan suara yang menenangkan. Saya lebih butuh untuk didengar, dipeluk dan disemangati daripada menghembuskan enaknya asap rokok setiap 10 menit.
Saya kangen nyokap..
Nyokap yang selalu semangat sepahit apapun DOSA yang dilakukan anaknya
Nyokap yang begitu mudah memaafkan
Nyokap yang sering ketiduran di ruang tengah
Saya mengingat nyokap yang selalu penyayang
Tawanya ketika saya isengin
Caranya menolak kalau saya dengan penuh semangat akan menggunting rambutnya
Tangannya yang begitu siaga menggenggam remote TV ketika sinetron kesukaannya dimulai
Ribet-ribetnya nyokap kalau lagi masak,
Bahasanya dalam mengirim SMS (menempatkan jeda dan tanda tanya pada tempat yang tidak wajar),
Caranya bercerita (mungkin hampir seluruh keluarga mengingat cara dia menceritakan bagaimana dengan konyolnya dia ketemu yang bukan manusia),
Omelan-omelan pendeknya yang lucu
Rapi-nya nyokap,
Kebiasaannya melipat segala sesuatu yang tidak perlu dilipat (kalau di kamar saya)
Dan banyak hal lainnya…
Hhhh…disini ga ada siapa-siapa dear…
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.